Penulis : Ibnu Avena

‎Jumat sore pukul empat bertempat di Teras RKI diadakan diskusi Pangan Nusantara yang merupakan jalinan program kerja Jong Bataks Arts Festival ke 12 tahun 2025 untuk menyemai pemikiran dan tindakan terhadap keberadaan pangan nusantara hari ini dan bagi kehidupan masa kini.

‎Pilihan tema diskusi “Pangan dan Gaya” adalah bentuk kesesuaian antara ruang dan waktu, menghadirkan narasumber Pace Dimas dan moderator Jones Gultom adalah pilihan yang tepat, pertemuan dari dua arus generasi yang berbeda untuk menghadirkan realita terkini terhadap pangan; gaya.

‎Fermakultur yang diusung oleh Pace Dimas sebagai proses membangun kesadaran terhadap pangan lokal dikalangan generasi muda merupakan pilihan jalur sunyi bagi generasi terkini, kebutuhan dan ketersediaan secara instan secara perlahan menggerus perilaku tradisi dan kultur terhadap pangan, alih-alih menghadirkan realita baru, perkembangan zaman hanya berupa proses menyingkat waktu dan memupus esensi secara perlahan.

‎Kegiatan fermablitz yang dilakukan oleh Pace Dimas semenjak di bangku sekolah menengah atas merupakan bagian edukasi agraris yang dilakukan secara tidak sengaja. Ketidaksengajaan tersebut membuka celah terhadap proses penyemaian kognisi dan benih tumbuhan sebagai strategi kehidupan.

‎Pada awalnya, makanan juga berfungsi sebagai pengingat relasi antara manusia dengan lingkungan; ketersediaan bahan dan pengetahuan terhadap pengolahan. Jalinan relasi ini kemudian menjadi pengetahuan kompleks manusia terhadap bahan apa yang dapat dikonsumsi, apa yang didapat serta hubungannya dengan perilaku kebudayaan. Secara sederhana, pangan tradisi adalah bentuk kedekatan manusia dengan ekologi tempatan dan mengurangi dampak tinggalan (residu) yang secara pengetahuan dapat dikatakan hampir mendekati tepat guna dan hasil maksimal; zero waste. Proses konsumsi berbanding lurus dengan proses penguraian, baik oleh fisik maupun lingkungan.

Krisis pangan yang terjadi hari ini ditenggarai oleh masuknya nilai kapital terhadap pangan yang ditingkahi oleh dinamika politik, ekonomi, sosial, teknologi.

‎Diskusi yang dihadiri oleh beragam latar-belakang peserta; generasi muda, komunitas, wartawan hingga pegiat kebudayaan ini menghadirkan realita pangan dan gaya pada konteks waktu terkini. Kemudahan mendapatkan pangan lewat aplikasi digital secara perlahan menggerus keperluan terhadap asupan gizi dan nutrisi, laku gerak menjadi berkurang dan peningkatan finansial terhadap pangan.

‎Strategi pemenuhan pangan lewat jalur alternatif bukanlah isapan jempol semata, umbi-umbian, kacang-kacangan dan sorgum adalah pilihan pangan pokok bagi sebahagian besar masyarakat Indonesia yang terjerat pada pemenuhan eksplisit terhadap nasi (glukosa) sedangkan pilihan pangan tradisi memiliki kemampuan menghadirkan makanan pokok non-gluten seperti sorgum yang cukup nilai dan beragam cara pengolahan (multi-kultur).

‎Pangan dan gaya pada rangkaian diskusi Pangan Nusantara oleh Jong Bataks Arts Festival ke 12 tahun 2025 adalah upaya memperpanjang pengetahuan terhadap keberagaman pangan dengan relasi terhadap dimensi lain; estetika, seni, akademis dan sederet aspek empiris lainnya. Ditengah situasi pangan global yang bergerak menuju pola agraris mono-kultur dan superfood, tradisi pangan lokal hadir dengan realita kebutuhan dan ketersediaan yang beragam serta mampu menjadi wacana tanding terhadap kapitalisasi pangan secara berlebihan.

**

adminrki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

JENIS
PENDAFTARAN