Isu dalam Perspektif Bunyi

Musik (bunyi) adalah bahasa universal dan sintesis dari proses kognitif yang hadir di dalam budaya yang berbeda. Musik dapat dihasilkan oleh pengalaman sosial tubuh manusia dalam lingkungan budaya yang berbeda. Karena musik adalah suara yang diorganisir secara manusiawi, ia mengekspresikan aspek-aspek pengalaman individu dalam masyarakat. Demikian dijelaskan Akademisi dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sumatera Utara (USU) AT Arif Tarigan mengutip Blacking dalam diskusi ke – IX rangkaian Jong Bataks Arts Festival (JBAF) di Teras Rumah Karya Indonesia, Jalan Sembada, Padang Bulan, Medan, Selasa (30/9/2025)

Dalam paparannya, Arif menguraikan, sumber penciptaan musik sebagaimana dikatakan pengamat musik merriam. Ada tiga sumber utama yang dapat digunakan sebagai materi menciptakan musik:
1. Dari yang supranatural atau diluar kemampuan manusia,
2. komposisi individual (Kreativitas, komposer), dan
3. Dengan cara meminjam (dari budaya lain).

Arif mencontohkan karya musik tradisional Karo, Seperti di bawah ini.

Mbuah Page (Cipt. Djaga Depari)
Palume gendang landek me kita ras rende
sada pengodak pengole
notoken wari mejile

Emaka mbuah ko page mbuah ko page
Emaka mbuah ko page mbuah ko page

Palu me gendang landek me kita ras rende
sada pengodak pengole
notoken wari mejile

Emaka mbuah ko page mbuah ko page
Emaka mbuah ko page mbuah ko page

Payo me nindu dage
payo me bibi nande
make meriah erjujung
meriah nimpa kulesung
maka lit dalenta pulung pulung metunggung
pulung metunggung oh turang pulung metunggung

Ditegaskan Arif, musik dapat dengan mudah merespon beragam isu. Tetapi bagaimana isu itu sampai dan dapat dipahami publik, adalah bagian lain dari rangkaian proses penciptaan musik. “Seniman dalam menerjemahkan suatu isu lewat musik, punya cara berbeda. Tetapi bagaimana isu itu bisa dipahami publik adalah hal yang lain, ” kata Arif. Pemahaman suatu karya oleh publik bisa terbantu dengan peran kurator atau kritikus. Tetapi seniman harus memiliki kebebasannya tersendiri dalam berkarya.

Diskusi berlangsung responsif. Beberapa pertanyaan disampaikan peserta diskusi. Antara lain, tentang seberapa bisa musik menerjemahkan karya sastra (puisi) menjadi bunyi-bunyian yang utuh, tanpa harus dibantu teks. Dijelaskan pegiat musikalisasi puisi ini, musik sangat bisa mengubah suatu puisi secara bunyi-bunyian. Ia mencontohkan karya-karya mozart yang merupakan terjemahan dari puisi. “Tetapi soal apakah puisi itu terpahami setelah digubahkan menjadi musik kembali ke masing-masing pendengar,” jelas Arif.

Peserta diskusi lainnya menyampaikan pertanyaan sebaliknya. Dikatakannya bagaimana sebuah musik yang cukup populer di masyarakat. Musik itu sangat familiar, tapi tidak banyak yang tahu judul atau isinya. Padahal bisa saja musik itu adalah terjemahan suatu puisi yang mungkin jugta cukup dikenal.

Merespon itu, Arif mengatakan, latar belakang dan proses penciptaan perlu dipahami terutama oleh kritikus. Sedangkan bagi publik, terkadang karya itu saja sudah cukup baginya. Pada posisi keduanya itulah, seniman berada. “Tidak ada kewajiban seniman harus menjelaskan karyanya secara gamblang. Tapi dalam konteks bedah karya, boleh saja diuraikan. Di sinilah dibutuhkan peran kurator atau kritikus. Kehadiran meraka akan memperkaya bukan sebaliknya,” kata Arif.

Penulis : Jones Gultom

adminrki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

JENIS
PENDAFTARAN